Jumat, 04 Juni 2010

sejarah nabi muhammad periode madinah

A. Hijrah ke Madinah

Sebelum Nabi hijrah ke Yastrib, Baitullah di Mekah telah dijadikan tempat berziarah oleh orang-orang Arab, termasuk orang-orang yang berasal dari Yatsrib. Kebiasaan berziarah itu dilakukan oleh orang-orang Ara sebelum Nabi Muhammad mengajarkan Islam. Setelah Nabi Muhammad mengajarkan Agama Islam, ziarah ke Baitullah diwajibkan dalam ibadah haji.

Setiap tahun, ketika orang-orang Yastrib melakukan ziarah, dengan tekun Nabi Muhammad memperkenalkan agama Islam kepada mereka. Di Yastrib, nama kota Madinah sebelum Nabi hijrah, terdapat dua kabilah, Aus dan Khazraj. Keduanya terkenal sangat kuat mempertahankan kehormatan dan harga diri. Mereka juga tersohor sebagai kabilah yang orang-orangnya pendiam, gigih dan pantang menyerah, biasa hidup bebas, tidak mau tunduk kepada seseorang. Tidak pernah mengenal pembayaran pajak, bahkan upeti kepada kabilah penguasa mana pun juga.

Kedua kabilah tersebut sama-sama memegang kekuasaan di kota Yatrib dan sudah lama bermusuhan dan sering terjadi peperangan. Bahkan sampai terjadi Perang Buats yang hampir membuat keduanya hancur dan musnah.

Semua pihak menginginkan pemulihan kembali kerukunan dan persatuan. Kedua kabilah berusaha menghindari peperangan. Orang-orang dari kedua kabilah tersebut sering mendengar berita akan datangnya seorang nabi dari bangsa Yahudi yang ada di Yastrib.

Keadaan itulah yang diceritakan oleh enam orang Yastrib ketika bertemu Nabi Muhammad. Oleh Nabi Muhammad, mereka diberi penjelasan tentang bagaimana hidup menurut ajaran agama Islam. Mereka tertarik pada ajaran Islam setelah mendapat penjelasan dari Nabi Muhammad, dan menyatakan diri masuk Islam. Kemudian Nabi Muhammad menitipkan pesan kepada enam orang Yastrib itu, yaitu agar sesampainya di sana menyampaikan ajaran Islam kepada kaum mereka. Sesampainya di Yastrib Yatsrib, mereka giat berdakwah menyebarkan ajaran Islam terhadap kabilah-kabilah mereka.

1. Peristiwa Baiat Aqabah

Pada musim haji berikutnya, pada tahun ke-12 kerasulan Nabi Muhammad saw, lima orang dari enam orang Yatsrib yang telah masuk Islam datang lagi ke Mekah dengan mengajak tujuh orang wanita. Mereka menghadap Nabi Muhammad dan mengutarakan maksudnya ingin menjadi pemeluk Islam.

Selanjutnya ke-12 orang Yastrib itu berbaiat (berjanji setia) kepada Nabi Muhammad. Dalam janjinya itu, mereka tidak akan lagi menyembah berhala dan hanya menyembah Allah yang Maha Esa. Mereka akan melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan benar. Mereka pun berjanji akan menyebarkan agama Islam di tempatnya masing-masing. Sumpah atau janji ini disebut Baiat Aqabah, karena dilakukan di bukit Aqabah, sebuah bukit di luar kota Mekah.

Setelah kembali ke Yastrib, mereka menyiarkan ajaran Islam. Banyak penduduk Yastrib yang masuk Islam karena usaha mereka.

Pada bulan Dzulhijah tahun ke-13 dari kerasulan Nabi Muhammad saw atau tahun 623 Masehi, tujuh orang laki-laki dan dua orang perempuan dari kaum muslimin Yatsrib datang ke Mekah. Mereka bermaksud untuk mengerjakan ibadah haji. Setelah selesai, mereka menemui Nabi Muhammad saw.

Mereka mengadakan baiat lagi dengan Rasulullah di Bukit Aqabah dipimpin oleh Al Barro bin Madun. Dalam pertemuan itu, Nabi Muhammad ditemani oleh pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Al Harro menyampaikan permintaan kaum muslimin di Yatsrib, yakni agar nabi dan para sahabat dapat pindah dari Mekah ke Yastrib.

Abbas bin Abdul Muthalib atas nama Bani Hasyim menyetujui permintaan itu dengan syarat mereka harus melindungi dan membela Nabi Muhammad saw. Selanjutnya Nabi meminta kesediaan mereka agar menolong dan membela beliau, seperti membela diri dan keluarga mereka sendiri. Mereka sanggup memenuhi permintaan Nabi.

Mereka menyatakan sumpah setia dan taat kepada Nabi Muhammad saw, Baik dalam keadaan susah maupun senang, rela atau terpaksa, siap berkorban dan menjaga Rasullah dari segala mara bahaya. Sumpah setia ini dikenal dalam sejarah Islam sebagai Baiat Al-Aqabah Al-Kubra, artinya Sumpah Setia Besar di Bukit Aqabah, juga disebut Sumpah Setia di Bukit Aqabah Kedua.

2. Hijrah ke Yastrib

Kaum muslimin dari kabilah Khazraj dan Aus dengan penuh semangat menyebarkan Islam. Dalam waktu yang singkat agama Islam telah dikenal secara meluas di Yastrib dan sekitarnya. Penyebaran agama Islam di Yastrib diketahui oleh Nabi dan para sahabat.

Para pengikut Nabi Muhammad di Mekah mendapat perlakuan yang kasar dari kafir Quraisy, maka Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk hijrah ke Yastrib. Agar tidak menimbulkan kecurigaan kaum kafir Quraisy, Nabi memerintahkan kaum muslimin pergi ke Yastrib secara sembunyi-sembunyi dan berangsur-angsur.

Perkembangan agama dan umat Islam di Yastrib pun diketahui oleh kaum kafir Quraisy. Kaum kafir Quraisy berusaha menghalangi kaum muslimin yang akan hijrah ke Yastrib, tetapi tidak berhasil. Mereka khawatir jika Nabi Muhammad dapat menguasai Yastrib, maka dapat membahayakan jalur perdagangan dari Mekah ke negeri Syam atau sebaliknya. Berbagai usaha dilakukan untuk membunuh Nabi Muhammad sebelum kekhawatiran mereka terjadi.

Pada tahun ke-13 dari kenabian Muhammad, sebagian besar kaum muslimin sudah meninggalkan Mekali menuju Yastrib. Kaum muslimin ada yang berangkat sendiri, ada pula yang berangkat dengan keluarganya. Pada tahun itu, umat muslim yang telah hijrah berjumlah 70 orang lebih. Nabi Muhammad sendiri pada waktu itu masih tetap tinggal di Mekah menunggu wahyu dan petunjuk Allah.

Kaum kafir Quraisy telah mengetahui hijrah kaum muslim ke Yastrib. Mereka tidak berhasil menghalangi kaum muslimin untuk tidak hijrah. Abu Jahal sebagai salah satu tokoh kaum kafir Quraisy mengusulkan agar diadakan pertemuan rahasia antar para pemimpin kabilah Quraisy. Dalam pertemuan itu mereka sepakat akan membunuh Nabi Muhammad saw. Hasil keputusan dalam pertemuan itu selengkapnya, sebagai berikut.

a. Nabi Muhammad harus dibunuh;

b. Pembunuhan Nabi Muhammad harus dalam waktu yang singkat dan cepat.

c. Pembunuhan dilakukan bersama oleh semua kabilah Quraisy.

d. Setiap kabilah harus mengirimkan seorang pemuda pilihan yang kuat, berani untuk melakukan pembunuhan tersebut.

Setiap kabilah mengirimkan wakil untuk melakukan penjagaan agar Nabi Muhammad tidak meloloskan diri. Menurut pikiran mereka kalau Nabi sudah terbunuh, maka penyebaran agama Islam akan berhenti. Dengan sendirinya adat kebiasaan menyembah berhala akan tetap terpelihara.

Meskipun rencana pembunuhan sangat rahasia dan tertutup, tetapi Allah Maha mengetahui dan Maha mendengar. Tak ada rahasia bagi Allah di atas alam semesta ini.

Dalam situasi yang gawat itu, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad, agar Nabi segera hijrah ke Yastrib. Malam itu juga Rasulullah menyuruh Ali bin Abi Thalib agar tidur di tempat tidur beliau. Nabi pun menyuruh Ali agar memakai selimut beliau hingga menutupi seluruh badannya.

Lewat tengah malam Nabi Muhammad meninggalkan rumah tanpa diketahui oleh para pemuda kafir Quraisy. Setelah lolos dari usaha pembunuhan yang dilakukan oleh para pemuda kafir Quraisy, Nabi langsung menuju rumah sahabat beliau, yaitu Abu Bakar Siddiq. Nabi menceritakan peristiwa yang akan menimpa dirinya. Selanjutnya Nabi Muhammad saw dengan Abu Bakar meninggalkan rumah menuju Gua Tsur. Gua tersebut terletak di sebelah selatan kota Mekah.

Setelah rencana pembunuhan mengalami kegagalan, para pemuda tadi melaporkan kepada para pemimpin Quraisy. Para tokoh kafir Quraisy sangat kecewa dan marah. Mereka berunding untuk menentukan langkah berikutnya. Mereka sepakat untuk mengumumkan bahwa siapa saja yang dapat menangkap atau membunuh Nabi Muhammad akan diberi 100 ekor unta yang besar dan sehat-sehat.

Keesokan hari, orang-orang Quarisy berlomba-lomba mencari Nabi Muhammad ke seluruh penjuru kota Mekah. Mereka yakin kalau Rasulullah masih ada di sekitar kota. Ada juga yang mencarinya ke luar kota, serombongan orang-orang ada yang mencari sampai di mulut gua Tsur. Namun, orang-orang itu tidak masuk ke dalam gua karena mendapati sarang laba-laba yang berlapis-lapis dan tidak rusak. Kalau rusak berarti telah ada orang yang masuk. Selain itu, mereka juga mendapati burung yang sedang mengerami telurnya. Kalau ada orang, burung tersebut akan terbang karena takut. Mereka merasa yakin tidak ada orang yang masuk ke dalamnya, akhirnya mereka meninggalkan gua tersebut. Padahal di dalamnya, Nabi Muhammad dan Abu Bakar sedang bersembunyi. Nabi Muhammad dan Abu Bakar selamat atas pertolongan Allah swt.

Di Gua Tsur Nabi Muhammad dan Abu Bakar bersembunyi selama 3 hari. Selama dalam persembunyian Asma, putri Abu Bakar, mengantarkan makan dan minuman.

Setelah orang-orang kafir Quraisy merasa putus asa tidak berhasil menemukan Nabi Muhammad, akhirnya mereka menghentikan pencariannya. Keadaan itu dijadikan kesempatan oleh Nabi Muhammad dan Abu Bakar untuk meninggalkan gua dan melanjutkan perjalanannya menuju Yastrib. Dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad diantar oleh Abdullah bin Uraiqith sebagai penunjuk jalan.

Pada hari Kamis, permulaan bulan Rabiul Awwal, keluarlah nabi dari Mekah untuk memulai melakukan perjalanan hijrahnya ke Yastrib.

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul-Awwal tahun ke-13 kerasulan Nabi Muhammad, beliau sampai di suatu desa yang terletak kira-kira 72 km dari Yastrib, yaitu desa yang bernama Quba. Di desa ini, Nabi tinggal selama 4 hari dan sempat mendirikan masjid. Di desa ini Nabi Muhammad bertemu dengan Ali bin Abi Thalib yang pergi menyusul Nabi untuk ikut hijrah ke Yastrib. Kemudian Nabi melanjutkan perjalanannya.

Dari Quba, Nabi Muhammad dan para sahabatnya melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib. Dalam perjalanan itu disertai pula oleh orang-orang Islam Quba. Tepat hari Jumat menjelang tengah hari, tanggal 16 Rabiul Awal, Nabi Muhammad beserta rombongan memasuki kota Yastrib. Umat muslim Yastrib turun ke jalan untuk menyambut kedatangan Nabi Muhammad. Mereka sudah lama menantikan kedatangan Rasulullah. Mereka mengumandangkan takbir dan tahmid karena rasa syukur dan bersuka ria. Selanjutnya di dekat sebuah bangunan yang sederhana, Nabi Muhammad turun dari untanya. Beliau mengajak umat muslim untuk melakukan salat Jumat. Beliau pula yang berkotbah di hadapan umat Islam yang sedang diliputi kegembiraan dan rasa haru. Inilah salat Jumat yang pertama kali dilakukan oleh umat Islam di Yastrib dalam sejarah Islam. Selesai salat Jumat, beliau pun naik unta kembali untuk mencari tempat istirahat dan tempat tinggal.

Setelah Nabi Muhammad tinggal di kota Yastrib, nama kota itu diberi nama Madiatun Nabi, yang kemudian disingkat menjadi Madinah. Nama itulah yang dikenal sampai sekarang ini.

B. Membangun Madinah

Muhajirin adalah kaum atau orang-orang yang ikut melakukan hijrah dengan Nabi. Jadi mereka adalah kaum muslim yang berasal dari Mekah yang ikut pergi dengan Nabi pindah atau hijrah dari Mekah ke Yastrib. Kaum Anshar adalah orang-orang Yastrib yang sudah memeluk agama Islam. Mereka juga membantu Nabi dalam menyebarkan agama Islam di Madinah. Baik Muhajirin maupun Anshar adalah sama-sama kaum muslimin. Mereka sebagai kaum muslimin harus tunduk dan patuh kepada ajaran Islam dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah Nabi Muhammad menetap di Yastrib kemudian berganti menjadi Madinah, beliau mulai menjalankan syariat Islam, menata penduduk Madinah, baik dalam cara beribadah, maupun muamalat yaitu mengenai pergaulan antar manusia, kehidupan sosial, pemerintahan, keamanan, perekonomian, dan lain-lain. Semua beliau atur sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Masjid Nabawi dibangun sebagai tempat umat Islam menjalankan ibadah bersama. Keberadaan Mesjid Nabawi tersebut bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga tempat untuk menjalin hubungan ukhuwah Islamiyah. Masjid juga digunakan untuk membicarakan semua masalah sosial dan kehidupan masyarakat Madinah. Di Masjid Nabawi, Nabi Muhammad saw memutuskan hal-hal penting yang menyangkut kehidupan masyarakat Madinah.

Penduduk Madinah menjalankan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad. Mereka tunduk dan patuh kepada ajaran Islam. Semua hal-hal yang dilarang oleh ajaran Islam, penduduk Madinah tidak berani lakukan, sehingga penduduk Madinah, baik petani, pedagang, peternak, dan pekerja lainnya hidup dengan tenang dan tentram.

Dalam melaksanakan pembinaan kerukunan sosial, Rasulullah membina atas dasar persaudaraan. Setiap orang bergerak dengan semangat dan jiwa kekeluargaan. Setiap orang yakin sepenuhnya bahwa dirinya tidak mungkin memperoleh kemajuan, kecuali hidup di tengah-tengah masyarakatnya sendiri. Adanya persaudaraan seperti ini melenyapkan rasa bahwa sukunya lebih unggul.

Rasulullah mengetahui bahwa umat Islam harus sanggup menghadapi musuh yang akan menghancurkan umat Islam dan membinasakan ajaran Islam. Untuk menghadapi musuh diperlukan kerja sama dan kekompakkan umat Islam. Kekuatan dapat tercapai apabila umat Islam bersatu secara utuh, dalam ikatan persaudaraan yang kuat. Oleh karena itu, Rasulullah mempersaudarakan kaum muslimin yang satu dengan yang lainnya. Dimaksudkan untuk menambah kuat persatuan umat Islam, serta akrab antara Muhajirin dengan Muhajirin, Anshar dengan Anshar, dan Muhajirin dengan Anshar.

Dalam mempersaudarakan antar sesama muslim, Nabi Muhammad memberi contoh dengan mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib dan menyatakan, "Ini saudaraku". Sesudah itu masing-masing mereka memilih HHiidara angkatnya sendiri, seperti berikut ini

Muhajirin

Anshar

Abu Bakar

Kharijah bin Zuhair

Umar bin Khattab

Itban bin Malik

Usman bin Affan

Aus bin Tsabit

Bilal bin Rabah

Abu Ruwaihah

Abdul Rahman bin Auf

Saad bin Ar-Rabi

Zubair bin Awwam

Salamah bin Salamah

Thalhah bin Ubaidillah

Kaab bin Malik

Abu Huzaifah bin Utbah

Ubbad bin Bisyri

Ammar bin Yasir

Huzaifah bin Al-Yaman

Amir bin Abdillah

Saad bin Muadz

Pada waktu itu yang dipersaudarakan ada 100 orang, 50 orang dari Muhajirin dan 50 orang dari Anshar. Adanya persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar itulah yang menjadi dasar kekuatan Islam di Madinah.

Di kota Madinah selain umat Islam, juga terdapat bangsa Yahudi yang terdiri atas Yahudi Bani Quraidhah, Bani Nahdir, dan Bani Qainuqa. Juga terdapat bangsa Arab yang belum menganut agama Islam.

Untuk menciptakan suasana saling tolong dan sifat tenggang rasa antar golongan, Nabi Muhammad mengadakan perjanjian dengan orang-orang yang bukan muslimin pada tahun 2 Hijriyah atau 623 Masehi. Perjanjian ini dalam sejarah dikenal Deklarasi Madinah. Isi perjanjian Deklarasi Madinah adalah sebagai berikut.

1. Bangsa Yahudi jangan membenci kaum muslimin, begitu juga sebaliknya.

2. Kaum muslimin dan Yahudi hendaklah hidup bersama-sama sebagai satu bangsa.

3. Bangsa Yahudi jangan mendengki kaum muslimin, begitu juga sebaliknya.

4. Orang Yahudi dan kaum muslim masing-masing bebas mengerjakan agamanya dan jangan saling mengganggu.

5. Jika kota Madinah diserang musuh dari luar, maka bangsa Yahudi dan kaum muslimin harus saling membantu, bekerja sama dalam mempertahankannya.

6. Jika bangsa Yahudi diserang musuh dari luar, maka kaum muslimin wajib membantu, begitu juga sebaliknya.

7. Bangsa Yahudi bersama umat Islam menjaga keamanan dan ketertiban di kota Madinah.

8. Jika timbul perselisihan antara umat Islam dengan Yahudi, maka persoalan itu diserahkan kepada Rasulullah.

Dengan adanya perjanjian itu, Rasulullah selain sebagai pemimpin agama Islam juga kepala pemerintah di Madinah.

Madinah adalah kota yang merupakan penghubung bagi masyarakat sebelah selatan Jazirah Arab dengan bagian utara, seperti Suriah. Penduduk Madinah sendiri sebagian besar bekerja sebagai pedagang dan melakukan perjalanan dagang ke tempat tempat seperti Suriah, Damaskus, Palestina, dan Jeddah.

Dengan berdasarkan Alquran, Nabi Muhammad mengatur sistem perekonomian masyarakat Madinah. Tempat penitipan, penyimpanan, sistem sewa dan jual beli tidak boleh merugikan. Madinah berkembang menjadi pusat perdagangan dan umat Islam pun dapat menjalankan ibadahnya dengan tenang. Persamaan derajat diterapkan dalam mengatur masyarakat, sehingga meski ia bukan umat Islam akan mendapatkan jaminan hak yang sama dengan umat Islam di Madinah. Hal ini yang mendorong Madinah semakin pesat berkembang.

C. Perjuangan dengan Senjata

Kaum kafir Quraisy di Mekah terus mengikuti perkembangan umat Islam di Madinah. Perkembangan umat Islam tersebut membuat mereka makin khawatir. Islam berkembang dan semakin kuat di Madinah. Mereka takut kalau itu dibiarkan terus tentunya jumlah kaum muslim makin bertambah banyak, sehingga kuat dan sulit untuk diperangi.

Oleh karena itu, mereka terus melancarkan berbagai macam rongrongan terhadap kaum muslimin. Berbagai cara mereka lakukan demi untuk membendung jalannya perkembangan Islam.

Pada suatu hari kaum kafir Quraisy mengirimkan surat kepada Abdullah bin Ubay, karena mereka menganggap Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin di Madinah. Surat tersebut berisikan ancaman akan memerangi penduduk Madinah jika terus melindungi umat Muslim Mekah yang hijrah ke Madinah

Di samping kaum kafir Quraisy Mekah, bangsa Yahudi yang berada di Madinah membenci umat Islam. Mereka tidak mau melihat perkembangan Islam makin pesat. Dalam Al-Quran disebutkan orang Yahudi akan selalu ingkar pada janji, hal ini juga dilakukan golongan Yahudi di Madinah. Golongan Yahudi berkhianat terhadap perjanjian yang telah disepakati tersebut. Akhirnya Rasulullah saw menga tindakan tegas terhadap golongan Yahudi, daiantaranya sebagai berikut.

1. Pada tahun ke-2 Hijrah umat Islam menyerbu perkampungan Bani Qainuqa, dan mereka lari ke negeri Syam.

2. Pada tahun ke-5 Hijrah umat Islam terpaksa mengepung Bani Nadhir karena berkhianat. Mereka lari ke Hamyar.

3. Pada tahun ke-5 Hijrah juga, Bani Quraidhah melakukan pengkhianatan membantu musuh Islam. Oleh karena itu, mereka dikepung dan diserbu oleh pasukan Islam.

Kebencian kaum kafir Quraisy membahayakan keberadaan kaum muslimin, ditambah musuh dalam selimut dari ulah bangsa Yahudi dan kaum munafik. Hal itu tidak dapat dibiarkan terus oleh Nabi Muhammad. Dengan adanya ancaman itu, maka Nabi Muhammad bersama kaum muslimin di Madinah, baik kaum Muhajirin maupun kaum Anshar bekerja sama terus membangun dan membina kekuatan. Sehingga makin lama kekuatan kaum muslimin makin mantap. Hal itu menyebabkan Allah menurunkan firman kepada Nabi Muhammad. Firman itu berisikan izin kepada Nabi Muhammad dan kaum muslimin untuk berperang. Firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 39 sebagai berikut.

tbÏŒé& tûïÏ%©#Ï9 šcqè=tG»s)ムöNßg¯Rr'Î/ (#qßJÎ=àß 4 ¨bÎ)ur ©!$# 4n?tã óOÏdÎŽóÇtR íƒÏs)s9 ÇÌÒÈ

Artinya: Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya dizalimi dianiaya. Dan sesungguhnya Allah Mahakuasa menolong mereka itu.

Dengan turunnya ayat ini, Nabi Muhammad saw semakin mantap untuk menerangi kaum kafir. Berperang untuk melindungi diri da.i kekejaman kaum kafir yang bermaksud menindas kaum muslimin.

1. Perang Badar

Perang Badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah, bertepatan dengan hari Jum'at tanggal 8 Januari tahun 623 Masehi. Perang ini terjadi di dekat sebuah sumur milik orang yang bernama Badar, sumur ini terletak antara Madinah dan Mekah. Oleh karena itu, peperangan tersebut diberi nama Perang Badar, sesuai dengan nama pemilik sumur tersebut.

Perang yang dilakukan oleh nabi karena kafir Quraisy selalu mengganggu kabilah-kabilah Muslim di sekitar kota Madinah. Orang-U orang kafir Quraisy merampas harta benda milik kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekah dengan sewenang-wenang. Bahkan merencanakan menyerbu kota Madinah untuk memusnahkan kaum Muslimin.

Setelah Nabi Muhammad dan kaum Muslimin mengetahui rencana kaum kafir Quraisy, mereka bersiap untuk menghadapi serangan. Kaum muslimin bertekad untuk membalas kekejaman dan kekerasan kaum kafir Quraisy.

Suatu ketika Nabi mendengar berita bahwa kafilah kaum Quraisy Madinah kembali dari Syria terdiri atas seribu ekor unta membawa makanan dan barang dagangan. Makanan tersebut sebagai bekal dalam peperangan kaum kafir Quraisy untuk melawan kaum Muslimin. Nabi segera mengirim pasukan untuk mencegah dan merampasnya, sebagai pembalasan atas kezaliman mereka terhadap kaum muslimin.

Rencana itu ada yang membocorkan ke pihak musuh, sehingga Abu Sufyan selaku pimpinan kafilah menghindarkan diri dari cegatan kaum Muslimin. Mereka menggunakan jalan dengan menyusuri pantai, juga mengirim utusan ke Mekah untuk meminta bala bantuan. Pemimpin kaum Quraisy segera menyiapkan pasukan lengkap dengan persenjataannya. Pasukan kaum Quraisy terdiri dari 1.000 orang dan telah siap untuk membantu kafilah mereka dan menggempur pasukan Muslim. Kafilah mereka telah sampai di Mekah, tetapi pasukan kaum Quraisy yang dipimpin Abu Jahal terus bergerak ke Madinah.

Nabi mendengar akan ada serangan dari kaum Quraisy segera mempersiapkan pasukan. Kekuatan pasukan kaum Muslimin berjumlah 314 orang dan berusaha mempertahankan diri dari serbuan kaum kafir Quraisy. Pasukan muslimin dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad yang dibantu para sahabat.

Pihak Quraisy dipimpin oleh Abu Jahal, Abu Sofyan dan dibantu oleh Aswad bin Abdul Asad, Al-Walid, dan Syaibah. Kekuatan pasukan 1.000 orang, di antaranya 100 orang pasukan berkuda.

Sebelum terjadi perang, Rasulullah berunding dengan para sahabatnya. Tujuannya untuk menentukan siasat menghadapi musuh yang jauh lebih banyak dari mereka. Pasukan Islam yang terdiri dari kaum Anshar dan Muhajirin bersatu padu, mereka bertekad untuk membela agama Allah sampai titik darah penghabisan, sekali pun kekuatan pasukan musuh berlipat ganda. Atas saran seorang sahabat yang bernama Hubab bin Munzir, pasukan Islam harus membuat pertahanan di dekat sebuah sumur yang airnya cukup.

Akhirnya pasukan Quraisy berhadapan dengan pasukan Muslimin di dekat sumur Badar. Setelah kedua pasukan berhadapan, tiba-tiba Aswad bin Abdul Asad bergerak mendekati kolam penampungan air milik kaum muslimin, bertujuan untuk menghancurkan kolam penampungan air tersebut. Namun, tindakannya dapat dicegah oleh Hamzah bin Abdul Muttalib. Dengan pertolongan Allah swt, pasukan Islam memperoleh kemenangan dalam Perang Badar tersebut, sedang kaum kafir Quraisy terjepit dan banyak yang mati. Akhirnya kaum muslimin mendapat kemenangan yang gilang-gemilang.

Perang Badar mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan Islam. Perang Badar disebut juga Yaumul Furqan, artinya hari penentuan yang memisahkan mana yang baik, mana yang hak, dan mana pula yang batil.

2. Perang Uhud

Perang Uhud terjadi pada pertengahan bulan Syaban tahun ke-3 Hijriyah. Bertepatan dengan bulan Januari tahun 625 Masehi. Peperangan ini terjadi di kaki Gunung Uhud, sebelah utara kota Madinah. Oleh karena itu, peperangan ini dinamai Perang Uhud.

Sebab terjadinya peperangan ini karena kekalahan orang kafir Quraisy dalam Perang Badar. Mereka bertekad untuk menebus kekalahannya di Perang Badar. Kekalahan dalam perang tersebut merupakan pukulan hebat yang sangat memalukan bagi mereka.

Untuk membalas kekalahannya dalam Perang Badar, kaum kafir Quraisy mulai mempersiapkan dan menghimpun segala daya dan kekuatannya. Mereka berhasil menghimpun pasukan sejumlah 3000 orang lengkap dengan peralatan perang di antaranya 200 orang pasukan berkuda, 700 orang pasukan berbaju besi.

Mendengar berita ini, Nabi Muhammad segera mempersiapkan pasukan perang. Nabi Muhammad berhasil mengumpulkan orang-orang untuk dijadikan tentara guna menahan serbuan kaum kafir. Kekuatan pasukan kaum Muslimin pada awalnya berjumlah 1000 orang. Namun, jumlah itu terus berkurang, karena terhasut oleh Abdullah bin Ubay untuk tidak ikut berperang. Akhirnya kekuatan pasukan Muslimin berjumlah 700 orang yang maju ke medan pertempuran.

Dalam Perang Uhud, umat muslim langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya yang setia. Sedang kaum kafir Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb, yang didampingi oleh istrinya, Hindun.

Mengetahui jumlah pasukan musuh lebih banyak jumlahnya, Nabi Muhammad mengatur siasat, yaitu menempatkan 50 orang pasukan panah di sebuah bukit di kaki Gunung Uhud. Kepada pasukan ini, Nabi berpesan supaya jangan sekali-kali meninggalkan tempatnya di bukit walau apapun yang terjadi.

Dalam peperangan ini pihak Islam awalnya mendapat kemenangan, pasukan kaum kafir banyak melarikan diri dan meninggalkan harta benda. Kemenangan ini akibat siasat Nabi dengan menempatkan 50 orang pasukan pemanah di bukit sehingga dengan mudah memanah kaum kafir.

Melihat pasukan kafir banyak yang melarikan diri dengan meninggalkan banyak harta benda. Pasukan pemanah tergoda oleh harta tersebut, sehingga mereka lupa akan pesan Nabi, agar mereka tidak meninggalkan Bukit Uhud. Mereka meninggalkan posnya masing-masing untuk mengejar musuh yang mundur itu, kemudian mereka berlomba untuk mengumpulkan harta rampasan perang.

Melihat Bukit Uhud yang telah kosong ditinggalkan pasukan pemanah, pasukan berkuda kaum Quraisy yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, cepat-cepat memutar arah dan menerobos kaki bukit Uhud yang kosong. Mereka menyerang pasukan Islam dari belakang. Akibatnya tentara Islam menjadi panik dan terdesak, sehingga tidak kurang dari 70 orang Islam yang mati sahid. Untuk sementara kemenangan perang diraih oleh tentara kafir Quraisy.

Merasa mendapat kemenangan dan sudah merasa letih, pasukan kafir Quraisy pulang dengan hati puas. Mereka mengira bahwa kaum Muslimin pasti tidak akan mempunyai kekuatan lagi.

Bagi kaum muslimin, kekalahan ini dijadikan pengalaman yang amat pahit. Mereka sadar bahwa di mana pun dan kapan pun jika tidak memperhatikan perintah, baik perintah Allah atau perintah Rasul-Nya, pasti akan mendapatkan kehinaan. Sebaliknya, kemuliaan akan datang apabila menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.

3. Perang Khandaq

Perang Khandaq terjadi pada tahun ke-5 Hijriyah, bertepatan dengan tahun 627 Masehi. Perang Khandaq artinya Perang Parit, karena kaum muslimin membuat parit sebagai pelindung dari serangan musuh. Namun, Perang Khandaq disebut juga Perang Ahzab yang artinya Perang Sekutu, karena pasukan kaum kafir terdiri dari beberapa suku dan golongan, yaitu kaum kafir Quraisy, orang-orang Yahudi dari Bani Nadlir, suku Ghatfan, dan suku-suku lainnya

Mendengar berita bahwa kaum kafir telah mempersiapkan pasukannya akan menyerang lagi, Nabi mempersiapkan pasukan, tetapi jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan kekuatan pasukan musuh, kira-kira 3.000 orang. Nabi segera mengadakan musyawarah dengan para sahabat, mencari siasat guna menghadapi pasukan kaum kafir yang besar.

Salman Al-Farisi dari Persia mengusulkan siasat agar kaum muslimin bertahan di dalam kota Madinah. Untuk mencegah serbuan musuh dibuat parit yang dalam dan cukup lebar, dan harus mengelilingi kota Madinah. Parit tersebut berguna sebagai pelindung dari serangan musuh. Usul tersebut disepakati.

Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriyah, pasukan gabungan kaum kafir Quraisy beserta sekutunya telah tiba di sekitar Madinah. Mula-mula mereka menyerang kaum muslim di bukit Uhud, mereka menyangka pasukan umat muslim berada di tempat itu.

Selanjutnya, mereka bermaksud menyerang kota Madinah, tetapi berkat siasat pertahanan Salman Al-Farisi, pasukan kaum kafir Quraisy dengan sekutunya tidak dapat masuk ke Madinah. Akhirnya pasukan besar itu membangun kemah-kemah disekeliling kota Madinah untuk mengepung. Pasukan nabi bertahan di dalam kota dengan membangun kemah-kemah menghadap parit.

Dengan dijalankannya siasat pengepungan kota oleh pihak musuh, maka kaum Muslimin tidak bisa ke luar ataupun masuk ke Madinah. Bahkan kaum Muslimin akhirnya mendapat kesulitan untuk mendapatkan makanan.

Kaum Muslimin di Madinah mulai gelisah, semangat berjuang mulai turun. Ditambah pula adanya hasutan dan penghinaan dari Bani Quraizah, bangsa Yahudi, sehingga kaum Muslimin semakin putus asa. Melihat keadaan ini, Nabi Muhammad berupaya mempertahankan dan mendorong semangat kaum muslim. Nabi berupaya membesarkan hati kaum Muslimin, agar mereka dapat bersabar, tidak putus asa, dan percaya akan pertolongan Allah.

Naim bin Masud, seorang pemuka suku Ghaftan yang diam-diam telah masuk Islam, bermain siasat untuk membantu umat uslim di Madinah. Naim mengadu domba pimpinan kaum Quraisy, Bani Gathfan, dengan bangsa Yahudi. Akibatnya timbullah pertikaian di antara mereka.

Selanjutnya, datang lagi pertolongan Allah berupa angin taufan yang dahsyat, ditambah hujan yang deras, petir, dan badai yang menerbangkan dan menghancurkan kemah-kemah kaum kafir. Kaum kafir basah kuyup dan kedinginan, perbekalan mereka basah dan hancur diterjang badai. Kuda dan unta mereka berlarian. Keadaan itu menyebabkan kafir Quraisy dan sekutunya merasa putus asa. Akhirnya mereka lari untuk menyelamatkan diri dari bencana yang sangat dahsyat itu. Maksud mereka untuk menghancurkan umat Islam dan membunuh Nabi Muhammad saw menemui kegagalan.

D. Fathu Mekah

Fathu Mekah artinya penaklukkan kota Mekah oleh Nabi Muhammad dan kaum muslim. Penaklukkan ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 Hijriyah, bertepatan dengan bulan Januari tahun 630 Masehi. Penaklukan Mekah ini dapat dilakukan tanpa pertumpahan darah. Akibat Fathu Mekah bagi umat muslim sangat besar.

Fathu Mekah terjadi karena orang-orang kafir Quraisy telah mengkhianati Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini dilaksanakan pada tahun ke-6 Hijriyah atau tahun 628 Masehi. Perjanjian ini terjadi karena adanya keinginan Rasulullah untuk melakukan umrah.

Pada tahun ke-6 Hijriyah Nabi Muhammad beserta 1.400 orang kaum Muslimin pergi ke Mekah untuk melakukan umrah dan berziarah ke Baitul Haram. Namun, di tengah perjalanan dihalangi oleh kaum kafir Quraisy. Rombongan Nabi tidak diizikan memasuki kota Mekah. Mereka salah duga mengira orang muslim akan melakukan penyerangan.

Nabi Muhammad beserta rombongan dihalangi oleh pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid, sehingga rombongan Nabi terhenti di daerah Hudaibiyah. Kedua kelompok saling berhadap-hadapan, tetapi tidak terjadi peperangan.

Selanjutnya Nabi mengutus Usman bin Affan untuk menjelaskan tujuan kedatangan mereka ke Mekah. Usman bin Affan menjelaskan bahwa mereka datang bukan untuk berperang, tetapi untuk berziarah. Akhirnya, setelah diberi penjelasan oleh Usman bin Affan lunaklah hati mereka terhadap kaum muslimin. Terjadilah suatu perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara lain sebagai berikut.

1. Umat Islam dan kaum Quraisy tidak saling menyerang selama 10 tahun.

2. Nabi dan kaum muslimin tidak diperkenankan memasuki kota Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah tahun ini, baru diperbolehkan tahun berikutnya.

3. Kaum Quraisy yang melarikan diri dan datang kepada kaum muslimin di Madinah supaya dikembalikan, tetapi kaum muslim yang melarikan diri dan datang kepada golongan Quraisy di Mekah, orang tersebut tidak dikembalikan.

4. Semua kabilah Arab bebas bersekutu kepada kaum muslim atau kaum Quraisy.

Perjanjian ini dilakukan antara Nabi Muhammad sebagai wakil dari kaum Muslimin dan Suhail bin Amer sebagai utusan dari kaum Quraisy. Penulis perjanjian ini adalah Ali bin Abi Thalib, bertempat di Hudaibiyah antara Mekah dan Madinah. Oleh karena itu, perjanjian ini dinamakan Perjanjian Hudaibiyah.

Hanya dua tahun kaum kafir Quraisy mematuhi Perjanjian Hudaibiyah. Mereka melakukan serangan terhadap kabilah yang menjadi kawan kaum Muslimin. Kafir Quraisy membantu Bani Bakar untuk memerangi Bani Khuzaah, sekutu kaum muslim. Selanjutnya Bani Khuzaah meminta bantuan kepada kaum Muslim. Dengan ikut campurnya orang-orang kafir Quraisy dalam peperangan ini, berarti mereka telah melanggar isi Perjanjian Hudaibiyah yang salah satu isinya menyatakan bahwa mereka tidak akan saling menyerang selama 10 tahun.

Melihat pelanggaran itu, Nabi berpendapat kejadian itu tidak boleh dibiarkan, karena kalau dibiarkan kaum kafir akan berbuat sewenang-wenang. Nabi segera berseru kepada para sahabatnya untuk menyiapkan pasukan. Hal ini merupakan kesempatan guna menghukum kaum kafir dan menaklukkan kota Mekah. Dengan 12.000 orang, pasukan Nabi bergerak menuju Mekah.

Ketika hal ini diketahui oleh pemimpin Quraisy, seperti Abu Sufyan dan Abbas, mereka merasa khawatir kalau-kalau orang Islam sampai menyerang kota Mekah. Mereka mengetahui keadaan kaum Muslim yang membawa pasukan yang lebih banyak dari biasanya. Mereka merasa tidak akan sanggup mempertahankan kota Mekah, terutama karena Khalid bin Walid sudah ada di pihak umat muslim.

Abbas mengajak Abu Sufyan untuk menyerah kcpada Nabi Muhammad dan menyatakan masuk Islam. Dengan perasaan segan dan ragu, pergilah Abu Sufyan dan Abbas menghadap kepada Nabi Muhammad. Sewaktu Abu Sufyan menyatakan keislamannya ia masih ragu untuk mengakui Muhammad Rasulullah, tetapi setelah ada ancaman dari Umar bin Khattab, ia baru mengatakan Muhammad Rasulullah.

Setelah Abu Sufyan masuk Islam, ia diberi kehormatan oleh Nabi Muhammad dengan mengatakan, "Barang siapa di antara kaum Quraisy yang masuk rumah Abu Sufyan akan aman, dan barang siapa yang masuk Masjidil Haram akan aman, dan barang siapa yang menutup pintunya akan aman pula."

Setelah Nabi Muhammad menyampaikan pernyataan itu, segera Abu Sufyan pergi ke Mekah lebih dahulu. Sesampainya di kota Mekah, ia terus mengumumkan kepada kaumnya bahwa nanti kalau umat Islam datang ke sini janganlah dilawan karena mereka tidak akan mampu melawan. Pasukan umat Islam lebih banyak dan kuat dari biasanya. Abu Sufyan lalu menyampaikan perkataan Nabi Muhammad saw di hadapan seluruh penduduk Mekah.

Merasa takut, kaum Quraisy menuruti segala perintah Abu Sufyan. Ketika Nabi Muhammad datang bersama rombongannya, kaum Quraisy sudah tidak ada yang di luar rumah atau mengadakan perlawanan, kecuali pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid sedikit mendapat perlawanan. Namun, tidak sampai mengakibatkan adanya korban, karena orang-orang Mekah sudah merasa tidak mampu melawan lagi.

Dengan demikian Mekah kini di bawah kekuasaan kamu muslim. Rasulullah dan para sahabat yang melakukan hijrah telah kembali pada keluarganya. Banyak kaum kafir yang kemudian memeluk Islam setelah Fathu Mekah. hal ini terjadi karena keungguan sikap Nabi Muhammad saw dan kaum muslim yang teguh memegang iman dan perilaku sehingga tidak melanggar hak orang lain.

4 komentar:

  1. Terimakasih artikel anda sangat bermanfaat, Saya izin untuk menyalinnya.. :)

    BalasHapus
  2. Terimakasih artikel ini...untuk di salin.

    BalasHapus
  3. Make money: How do you make money from online sports betting?
    The easiest way to do that is to make money from betting online. and then, of งานออนไลน์ course, you can also make cash out on NFL 바카라 사이트 betting at septcasino the track.

    BalasHapus